- KELEKATAN
Pengetahuan Tradisional
Kelekatan adalah ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuhnya. Kelekatan memberi keamanan emosional pada seorang anak. Setelah kelekatan tercipta bayi akan menjadi tertekan oleh perpisahan dengan ibunya (disebut kecemasan atau disters perpisahan).
Bowlby menyimpulkan bahwa bayi memiliki dasar biologis yang sudah terprogram sebelumnya untuk menjadi lekat pada pengaruhya. Program ini mencakup perilaku-perilaku seperti tersenyum dan tertawa yang akan memicu perilaku yang mendorong terbentuknya kelekatan dari pihak ibu.
Ainsworth, dkk. Membedakan tiga gaya kelekatan: aman (secure), menghindar (avoidant), dan ambivalen. Bayi yang lekat secara aman biasanya mempunyai ibu yang hangat dan responsif. Anak-anak yang menghindar, yang menghindari ibunya, mempunyai ibu yang diduga intrusif (terlalu mencampuri) dan terlalu menstimulasi. Sedangkan anak yang ambivalen merspon ibu mereka secara tidak pasti, berubah-ubah dari menolak dan mencari perhaian ibunya, karena ibu dari anak yang ambivalen biasanya tidak sensitif dan kurang terlibat dengan anaknya.
Kelekatan ini mendasari konsep kepercayaan dasar (basic trust). Erikson menggambarkan formasi kepercayaan dasar sebagai langkah pertama yang penting dalam proses perkembangan psikososial yang berlangsung seumur hidup. Kelekatan yang buruk adalah komponen dari ketidakpercayaan. Kepercayaan dasar dipandang akan mempengaruhi hubungan serta tahap perkembangan selanjutnya. Erikson menggambarkan bahwa thapan-tahapan perkembangan anak mencakup tugas-tugas membentuk otonomi, inisiatif, dan kompetensi, yang semua itu dipengaruhi oleh bagaimana ibu dan orang-orang penting lain merespon terhadap anak tersebut.
Penelitian Lintas Budaya Tentang Kelekatan
Salah satu asumsi orang Amerika tentang sifat kelekatan adalah bahwa kelekatan ideal adalah kelekatan aman, bahkan istilah-istilah negatif yang dipakai untuk menggambarkan tipe kelekatan lainya, sudah mencerminkan bias. Tetapi pada kenyataanya masing-masing budaya mempunyai konsep tentang kelekatan ideal yang berbeda. Misalnya, Ibu di jerman menganggap penting dan mendorong kemandirian sejak dini dan karena itu menganggap kelekatan menghindar sebagai yang lebih ideal. Orang tua di Jerman menganggap anak-anak yang lekat secara aman sebagai anak yang dimanja. Contoh lain di antara anak-anak Israel yang dibesarkan di sebuah kibbutz (tanah pertanian kolektif), separuhnya menunjukan kelekatan ambivalen yang cemas dan hanya sepertiga yang hanya lekat secara aman.
Begitupun juga anak-anak yang dibesarkan di keluarga oarang Jepang tradisional yang dicirikan oleh tingginya kelekatan ambivalen yang cemas , tanpa adanya kelekatan menghindar. Hal ini mendorong nilai loyalitas keluarga yang secara kultural dipandang ideal.
Beberapa penelitian lintas budaya juga memandang beda mengenai pemahaman kedekatan dengan ibu yang merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat. Pemahaman seperti ini didasarkan pada penelitian yang melibatkan sebuah suku Efe, yang menunjukan sebuah situasi yang amat berbeda dengan apa yang diterima para ahli psikologi sebagai bagian dari kelekatan yang sehat. Bayi-bayi Efe menghabiskan banyak waktu tidak berada dekat ibu mereka dan diasuh oleh beberapa orang yang berbeda. Mereka selalu berada dalam jangkauan pendengaran dan penglihatan sekitar sepuluh orang. Mereka punya ikatan emosional yang dekat dengan banyak orang selain ibunya dan menghabiskan hanya sedikit waktu dengan ayahnya. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak ini sehat secara emosi meski memiliki banyak pengasuh.
B. PENGASUHAN ORANG TUA, KELUARGA, DAN SOSIALISASI
Pengetahuan Tradisional
Ada berbagai gaya pengasuhan orang tua, dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya Baumrind mengidentifikasikan tiga pola utama pengasuhan orang tua, yaitu Authoritarian, Permissive, Authoritative, dan Uninvolved.
v Authoritarian
Orang tua dengan gaya asuh otoriter cenderung rendah dalam dimensi responsifnya dan tinggi dalam dimensi tuntutannya. Orang tua ini menciptakan lingkungan yang terstruktur dan tertata rapi dengan aturan-aturan yang jelas. Mereka menetapkan standar yang absolut untuk perilaku anaknya, menerapkan disiplin yang ketat dan menuntut kepatuhan yang segera, serta mengharapkan mereka untuk mematuhi perintah tanpa penjelasan. Orang tua yang otoriter juga cenderung kurang menggunakan cara-cara persuasi yang lebih lembut terhadap anaknya; mereka tidak menunjukkan kasih sayang, pujian ataupun imbalan. Akibatnya, orang tua yang otoriter cenderung menciptakan model agresif dalam cara memecahkan konflik dan model interaksi sosial yang kurang ramah.
Otoriter orang tua dapat dibagi menjadi dua tipe:
1. nonauthoritarian-direktif, yang tidak membosankan
2. otoriter-direktif, yang sangat membosankan.
v Permissive
Orang tua yang permisif cenderung moderat hingga tinggi dalam dimensi responsifnya tetapi rendah dalam dimensi tuntutannya. Orang tua dengan gaya asuh ini menerapkan relatif sedikit tuntutan kepada anaknya dan cenderung inkonsisten dalam menerapkan disiplin. Mereka selalu menerima impuls, keinginan dan perbuatan anaknya, dan cenderung kurang memonitor perilaku anaknya.
pola asuh permisif dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. demokratis, yang walaupun ringan tetapi lebih berhati-hati terlibat berkomitmen untuk anak
2. nondirective.
v Authoritative
Orang tua yang autoritatif tinggi dalam dimensi responsifnya dan moderat dalam dimensi tuntutannya. Mereka memonitor dan menetapkan standar yang jelas bagi perilaku anaknya, bersifat asertif, tetapi tidak intrusif ataupun restriktif. Metode pendisiplinan yang diterapkannya bersifat suportif, tidak menghukum. Mereka menginginkan anaknya menjadi asertif dan memiliki tanggung jawab sosial, dan mampu mengatur dirinya sendiri serta kooperatif.
v Uninvolved (tidak perduli)
Orang tua dengan gaya asuh “tak peduli” rendah dalam dimensi responsifnya maupun dimensi tuntutannya. karakteristik gaya pengasuhan ini adalah sedikitnya komunikasi. Meskipun orang tua memenuhi kebutuhan dasar anak, mereka umumnya terlepas dari kehidupan anak-anak mereka. Dalam kasus ekstrim, orang tua ini mungkin menolak atau melalaikan kebutuhan anak-anak mereka.
Banyak pengaruh terhadap perkembangan kita terjadi dalam hubungan kita dengan orang selain orang tua kita. Saat anak-anak tumbuh melewati masa awal anak-aank, pola pertemanan akan berubah. Perubahan-perubahan ini banyak disebabkan oleh perkembangan kognitif. Berbagai kemampuan baru untuk berfikir tentanng diri mereka dan orang lain dan untuk memahami dunia mereka memungkinkan anak untuk mengembangkan hubungan sebaya yang lebih dalam dan bermakna.
0 komentar:
Posting Komentar