Senin, 28 Maret 2011

Mahasiswa: Jangan Sungkan Untuk mengEkspresikan Diri




Dalam dunia pendidikan di sebuah perguruan tinggi prestasi akademik seperti indeks prestasi tentunya menjadi sebuah sorotan utama dalam pencapaian suatu hasil proses belajar. Dalam proses belajar mengajar, tentunya terkadang mahasiswa tidak serta merta dapat langsung mengerti apa yang disampaikan oleh dosen, sang pengajar. Tidak jarang kita mengetahui dan tidak menyadari bahwa ketika pengajar menanyakan apakah kita sudah mengerti hal yang diajarkan? tanpa menunggu lama, kita pasti akan mengatakan,iya mengerti  dan tidak ada yang ditanyakan.
Tentunya kita merasa malu, enggan dan terkadang takut menanyakan hal-hal yang tidak kita mengerti  kepada sang pengajar. Padahal itu jelas merugikan diri kita sendiri. Kasus ini  menarik untuk kita ulas, keanehan apakah yang secara tidak sadar terjadi dalam diri kita.
Dalam kehidupan sehari-hari pada mayarakat Jawa, dikenal begitu menjaga nilai-nilai rukun, saling menghormati dan melibatkan kebudayaan kolektivistik yang dilakukan masyarakat Jawa. Ciri kolektivisme, yaitu menekankan pentingnya kelompok sebagai sumber dukungan dan bimbingan dalam bertingkah laku. Tentunya hal itu memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Pada masyarakat yang kolektivistik, mereka mengutamakan sifat saling tergantung  dalam jaringan hubungan sosial serta kemampuan menyesuaikan diri dengan kelompok. Salah satu bentuk menjaga nilai-nilai rukun, saling menghormati dan mengutamakan sifat saling tergantung  dalam jaringan hubungan sosial serta kemampuan menyesuaikan diri dengan kelompok, masyarakat Jawa mempunyai kecenderungan merendahkan-diri untuk meninggikan-diri.
Dalam budaya merendahkan-diri pada masyarakat Jawa kita sering mendengar istilah-istilah atau kalimat-kalimat yang diucapkan oleh masyarakat Jawa misalnya “monggo mampir wonten gubug kulo” yang sesungguhnya mempersilahkan orang untuk singgah dirumahnya. Dari kalimat itu, masyarakat  Jawa memberi kesan bahwa rumah yang ditempati merupakan rumah yang sederhana, padahal rumah yang ditempati sebenarnya jauh lebih bagus dari sebuah gubug (rumah-ramahan di sawah). Hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai hormat dan rukun yang menjadi prinsip dalam hubungan interaksi sosial pada masyarakat Jawa.
Oleh karena itu, masyarakat Jawa tidak menonjolkan hal-hal yang dimilikinya karena jika menonjolkan hal-hal yang dimilikinya akan sama halnya dengan meninggikan dirinya dan hal itu dinilai sama dengan menyombongkan diri dan tidak menghormati orang lain.
Latar belakang budaya pada masyarakat Jawa yang menekankan nilai-nilai rukun dan hormat menciptakan konsep perilaku merendahkan-diri untuk meninggikan-diri, karena dengan merendahkan-diri sama halnya dengan memberi hormat kepada orang lain dan dengan begitu orang lainpun akan menghormati dirinya. Dalam kehidupan saling menghormati dan rukun ini tercipta suasana yang harmonis dan bukan saling bersaing untuk menonjolkan kemampuan atau apapun yang dimilikinya. Orang yang merendahkan-diri secara tidak langsung akan menjaga hubungan sosial dalam kelompok masyarakat Jawa.
Akan tetapi dalam dunia pendidikan, kita dituntut untuk bersaing demi menunjukan kemampuan yang kita miliki. Di kalangan mahasiswa dalam jam perkuliahan, para mahasiswa bersaing untuk memperoleh IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang memuaskan, dalam proses memperoleh hal itu mahasiswa harus memenuhi beberapa kriteria penilaian, salah satunya adalah keaktifan dalam proses belajar mengajar. Tidak jarang kita melihat mahasiswa yang terkesan pasif dalam proses belajar mengajar. Pada saat dosen menanyakan sesuatu hal yang berkaitan dengan mata kuliah yang diajarkan atau meminta pendapat dari mahasiswa untuk menanggapi suatu permasalahan yang ditanyakan oleh dosen, sering terlihat bahwa para mahasiswa terkesan saling menunggu untuk memberikan jawaban ataupun argumen mereka,terlepas dari entah jawaban itu benar atau tidak.
Selain itu, pada saat tugas presentasi dihadapan  teman-teman mahasiswa sendiri dan dalam proses presentasi itu dirasa terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran pengetahuan yang mereka ketahui, teman-teman mahasiswa tidak jarang terkesan enggan untuk menanggapinya. Apakah ini merupakan pengaruh secara tidak langsung dari salah satu kebudayaan Jawa berupa sikap merendahkan-diri yang ada dalam masyarakat Jawa demi menjaga keharmonisan dengan nilai-nilai rukun dan hormat yang ada dalam sikap merendahkan-diri di kalangan mahasiswa?
Apakah jika mahasiswa aktif menanggapi semua persoalan diatas mereka akan dianggap sombong karena meninggikan-diri mereka dengan menonjolkan keaktifan dan kemampuan mereka di depan teman-temannya dan itu bisa mengakibatkan perpecahan dalam hubungan interaksi sosial dengan teman-teman mahasiswa lainnya?
Dari hal ini tentunya kita sedikit mengerti akan adanya pengaruh budaya yang secara tidak sadar sudah masuk dan menyelinap dalam cara bersikap kita. Jadi apakah kita akan terus bersikap pasif? Atau kita sebagai generasi muda yang dikatakan sebagai agen pembangunan akan tetap kritis dalam menggapi hal apapun demi kemajuan kita sendiri dan kemajuan kita bersama? sehingga menyebabkan kesan pasif itu hilang namun tetap terkandung nilai-nilai rukun dan hormat dan muncul mahasiswa-mahasiswa yang kreatif, aktif dan berani menonjolkan kemampuanya secara santun.
Dari sedikit ulasan pemaparan ini, kita sebagai bagian dari masyarakat Jawa diharapkan tetap dapat menjaga budaya-budaya yang telah diwariskan namun tidak membelenggu kita untuk berkembang dan maju. Dalam kajian psikologi pendidikan, kita akan tetap bersaing untuk kemajuan kita bersama dan tetap dalam cara yang santun.
Ini berawal dari pemenuhan akan kebutuhan kita pada aktualisasi diri, pada saat kita tidak  mengerti atau memiliki pemikiran dan pendapat lain dari sebuah hal yang kita terima dari pengajar dan mencoba mengeluarkan pendapat dan opini kita, tentunya kita akan terlihat menonjolkan kemampuan menganalisa yang kita miliki, hal ini bisa saja merusak harmonisasi sosial yang ada dalam lingkungan sekitar kita.
Akan  tetapi jika kita dapat melakukannya dengan tetap menjaga nilai hormat dan rukun, tentunya kita tetap dapat berkembang  dan mengasah kemampuan kita dan tidak pasif.Artinya, kita sebagai mahasiswa jangan sungkan untuk mengeskpresikan diri. Perbanyak diskusi dengan teman, dosen kita akan memperkaya pengetahuan, pemikiran semakin terbuka dan  membuat kita kritis.

Penulis:
Praditya Angga Saputra
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus











0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 insight. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.