Senin, 28 Maret 2011

Pola Asuh Gaya Lekat


  1. KELEKATAN
Pengetahuan Tradisional
Kelekatan adalah ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuhnya. Kelekatan memberi keamanan emosional pada seorang anak. Setelah kelekatan tercipta bayi akan menjadi tertekan oleh perpisahan dengan ibunya (disebut kecemasan atau disters perpisahan).
Bowlby menyimpulkan bahwa bayi memiliki dasar biologis yang sudah terprogram sebelumnya untuk menjadi lekat pada pengaruhya. Program ini mencakup perilaku-perilaku seperti tersenyum dan tertawa yang akan memicu perilaku yang mendorong terbentuknya kelekatan dari pihak ibu.
Ainsworth, dkk. Membedakan tiga gaya kelekatan: aman (secure), menghindar (avoidant), dan ambivalen. Bayi yang lekat secara aman biasanya mempunyai ibu yang hangat dan responsif. Anak-anak yang menghindar, yang menghindari ibunya, mempunyai ibu yang diduga intrusif (terlalu mencampuri) dan terlalu menstimulasi. Sedangkan anak yang ambivalen merspon ibu mereka secara tidak pasti, berubah-ubah dari menolak dan mencari perhaian ibunya, karena ibu dari anak yang ambivalen biasanya tidak sensitif dan kurang terlibat dengan anaknya.
Kelekatan ini mendasari konsep kepercayaan dasar (basic trust). Erikson menggambarkan formasi kepercayaan dasar sebagai langkah pertama yang penting dalam proses perkembangan psikososial yang berlangsung seumur hidup.  Kelekatan yang buruk adalah komponen dari ketidakpercayaan. Kepercayaan dasar dipandang akan mempengaruhi hubungan serta tahap perkembangan selanjutnya. Erikson menggambarkan bahwa thapan-tahapan perkembangan anak mencakup tugas-tugas membentuk otonomi, inisiatif, dan kompetensi, yang semua itu dipengaruhi oleh bagaimana ibu dan orang-orang penting lain merespon terhadap anak tersebut.

Penelitian Lintas Budaya Tentang Kelekatan
Salah satu asumsi orang Amerika tentang sifat kelekatan adalah bahwa kelekatan ideal adalah kelekatan aman, bahkan istilah-istilah negatif yang dipakai untuk menggambarkan tipe kelekatan lainya, sudah mencerminkan bias. Tetapi pada kenyataanya masing-masing budaya mempunyai konsep tentang kelekatan ideal yang berbeda. Misalnya, Ibu di jerman menganggap penting dan mendorong kemandirian sejak dini dan karena itu menganggap kelekatan menghindar sebagai yang lebih ideal. Orang tua di Jerman menganggap anak-anak yang lekat secara aman sebagai anak yang dimanja. Contoh lain di antara anak-anak Israel yang dibesarkan di sebuah kibbutz (tanah pertanian kolektif), separuhnya menunjukan kelekatan ambivalen yang cemas dan hanya sepertiga yang hanya lekat secara aman.
Begitupun juga anak-anak yang dibesarkan  di keluarga oarang Jepang tradisional yang dicirikan oleh tingginya kelekatan ambivalen yang cemas , tanpa adanya kelekatan menghindar. Hal ini mendorong nilai loyalitas keluarga yang secara kultural dipandang ideal.
Beberapa penelitian lintas budaya juga memandang beda mengenai pemahaman kedekatan dengan ibu yang merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat. Pemahaman seperti ini didasarkan pada penelitian yang melibatkan sebuah suku Efe, yang menunjukan sebuah situasi yang amat berbeda dengan apa yang diterima para ahli psikologi sebagai bagian dari kelekatan yang sehat. Bayi-bayi Efe menghabiskan banyak waktu tidak berada dekat ibu mereka dan diasuh oleh beberapa orang yang berbeda. Mereka selalu berada dalam jangkauan pendengaran dan penglihatan sekitar sepuluh orang. Mereka punya ikatan emosional yang dekat dengan banyak orang selain ibunya dan menghabiskan  hanya sedikit waktu dengan ayahnya. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak ini sehat secara emosi meski memiliki banyak pengasuh.
  
B. PENGASUHAN ORANG TUA, KELUARGA, DAN SOSIALISASI
Pengetahuan Tradisional
Ada berbagai gaya pengasuhan orang tua, dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya Baumrind mengidentifikasikan tiga pola utama pengasuhan orang tua, yaitu Authoritarian, Permissive, Authoritative, dan Uninvolved.

v  Authoritarian
Orang tua dengan gaya asuh otoriter cenderung rendah dalam dimensi responsifnya dan tinggi dalam dimensi tuntutannya. Orang tua ini menciptakan lingkungan yang terstruktur dan tertata rapi dengan aturan-aturan yang jelas. Mereka menetapkan standar yang absolut untuk perilaku anaknya, menerapkan disiplin yang ketat dan menuntut kepatuhan yang segera, serta mengharapkan mereka untuk mematuhi perintah tanpa penjelasan. Orang tua yang otoriter juga cenderung kurang menggunakan cara-cara persuasi yang lebih lembut terhadap anaknya; mereka tidak menunjukkan kasih sayang, pujian ataupun imbalan. Akibatnya, orang tua yang otoriter cenderung menciptakan model agresif dalam cara memecahkan konflik dan model interaksi sosial yang kurang ramah.
Otoriter orang tua dapat dibagi menjadi dua tipe:
1.      nonauthoritarian-direktif, yang tidak membosankan
2.      otoriter-direktif, yang sangat membosankan.
v  Permissive
Orang tua yang permisif cenderung moderat hingga tinggi dalam dimensi responsifnya tetapi rendah dalam dimensi tuntutannya. Orang tua dengan gaya asuh ini menerapkan relatif sedikit tuntutan kepada anaknya dan cenderung inkonsisten dalam menerapkan disiplin. Mereka selalu menerima impuls, keinginan dan perbuatan anaknya, dan cenderung kurang memonitor perilaku anaknya.
pola asuh permisif dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1.  demokratis, yang walaupun ringan tetapi lebih berhati-hati terlibat berkomitmen untuk anak
2.   nondirective.
v  Authoritative
Orang tua yang autoritatif tinggi dalam dimensi responsifnya dan moderat dalam dimensi tuntutannya. Mereka memonitor dan menetapkan standar yang jelas bagi perilaku anaknya, bersifat asertif, tetapi tidak intrusif ataupun restriktif. Metode pendisiplinan yang diterapkannya bersifat suportif, tidak menghukum. Mereka menginginkan anaknya menjadi asertif dan memiliki tanggung jawab sosial, dan mampu mengatur dirinya sendiri serta kooperatif.
v  Uninvolved (tidak perduli)
Orang tua dengan gaya asuh “tak peduli” rendah dalam dimensi responsifnya maupun dimensi tuntutannya. karakteristik gaya pengasuhan ini adalah sedikitnya komunikasi. While these parents fulfill the child's basic needs, they are generally detached from their child's life. Meskipun orang tua memenuhi kebutuhan dasar anak, mereka umumnya terlepas dari kehidupan anak-anak mereka. In extreme cases, these parents may even reject or neglect the needs of their children. Dalam kasus ekstrim, orang tua ini mungkin menolak atau melalaikan kebutuhan anak-anak mereka.
Banyak pengaruh terhadap perkembangan kita terjadi dalam hubungan kita dengan orang selain orang tua kita. Saat anak-anak tumbuh melewati masa awal anak-aank, pola pertemanan akan berubah. Perubahan-perubahan ini banyak disebabkan oleh perkembangan kognitif. Berbagai kemampuan baru untuk berfikir tentanng diri mereka dan orang lain dan untuk memahami dunia mereka memungkinkan anak untuk mengembangkan hubungan sebaya yang lebih dalam dan bermakna.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN & MORAL PADA MASA AWAL KANAK-KANAK ( 0 – 5 th )



TINGKAH LAKU LEKAT SESUDAH UMUR 1 TH
Tingkah laku lekat pada 2 th pertama yang tertuju pd 1 orang, segera akan tertuju juga pd orla disekitar. Hal ini ditinjau dr 2 segi.
*     Tingkah laku lekat terjadi karena proses belajar.
*     Tingkah laku lekat merupakan ciri khas manusia.
Manusia mempunyai ciri khas untuk bercakap – cakap dengan lingkungan sekitar. Tingkah laku lekat merupakan kecenderungan dasar pada anak yang sudah ada sebelum proses belajar dapat terjadi.Perkembangan ini dimulai dari usia pra sekolah sampai akhir masa sekolah yang ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial.
Anak – anak mulai melepaskan diri dari keluarga, ia akan mendekatkan diri pada orang lain disamping anggota keluarga. Meluasnya lingkungan sosial dengan anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh yang ada diluar pengawasan orang tua. Ia bergaul dangan teman – teman, ia mempunyai guru –guru yang menpunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses kehidupannya. Disamping itu, perkembangan motif prestasi & identitas kelamin sangat penting, tapi juga perkembangan pengertian norma atau moralitas. Justru dalam periode ini mendapatkan kemajuan yang esencial.
Dengan berakhirnya awal masa kanak – kanak, kebiasaan untuk patuh harus dibentuk agar anak – anak mempunyai disiplin yang konsisten.


Disiplin pada awal masa kanak – kanak
*DISIPLIN OTORITER
Bentuk disiplin tradisional dan yang berdasarkan pada ungkapan kuno yang mengatakan bahwa “menghemat cambukan berarti memanjakan anak”.
*DISIPLIN YANG LEMAH
Berkembang sebagai proses terhadap disiplin otoriter yang dialami oleh banyak orang dewasa dalam masa kanak2nya. Melalui akibat dari perbuatannya sendir, anak – anak belajar bagaimana berperilaku secara sosial.
*DISIPLIN DEMOKRATIS
Prinsip demokratis menekankan hak anak untuk mengetahui mengapa peraturan2 dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri bila menurutnya peraturan itu tidak adil.
PENGARUH DISIPLIN PADA ANAK - ANAK
*       Pengaruh pada perilaku :
*     Anak yang orang tuanya lemah akan meningkatkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak – hak orang lain, agresif & tidak sosial.
*     Anak dengan disiplin yang keras, otoriter, akan sangat patuh bila dihadapan orang - orang dewasa.
*     Anak dengan disiplin demokratis, akan belajar mengendalikan perilaku yang salah & mempertimbangkan hak - hak orang lain



*       Pengaruh pada sikap :
*     Anak yang orang tuanya melaksanakan disiplin otoriter maupun disiplin yang lemah, cenderung membenci orang - orang yang berkuasa.
*     Disiplin yang demokratis, dapat menyebabkan kemarahan sementara tetapi bukan kebencian.
*       Pengaruh pada kepribadian :
*     Semakin banyak hukuman fisik digunakan, maka anak semakin cenderung menjadi cemberut, keras kepala & negativistik.
*     Mengakibatkan penyesuaian pribadi & sosial yang buruk.
*      Penyebab pelanggaran pada awal masa kanak - kanak
*       Ketidaktahuan anak bahwa perilakunya tidak dibenarkan oleh kelompok sosial.
*       Sengaja tidak patuh dalam hal yang kecil – kecil umunya akan mendapat perhatian yang besar daripada perilaku yang baik.
*       Pelanggaran dapat disebabkan oleh kebosanan.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PADA AWAL MASA KANAK - KANAK
Pola kepribadian yang dasarnya telah dilatakkan pada masa bayi, mulai berbentuk dalam masa awal kanak – kanak.
*             GLASNER mengatakan : bahwa konsep diri anak “ terbentuk didalam rahim hubungan keluarga ”.
Dengan berjalannya periode awal masa kanak – kanak, maka anak semakin banyak berhubungan dengan teman – teman sebayanya, baik di lingkungan tetangga, sekolah maupun di pusat perawatan anak. Sikap awal teman – teman, anggota keluarga sangat berperan penting. Karena sekali dasar untuk konsep diri telah diletakkan maka agak sulit untuk diubah
*      Kondisi – kondisi yang membentuk konsep diri pada awal masa kanak - kanak
*       Cara pelatihan anak.
*       Cita – cita orang tua.
*       Posisi urutan.
*       Kelompok minoritas.
*       KetidakNyamanan lingkungan.
INTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA
Di TK dan SD anak mempunyai kontak y intensif dg teman2 sebaya. Anak biasanya b’usaha utk mjd anggota suatu kelompok, kelompok ini ada dlm dunia TK dan SD. Tingkah laku disini timbul dg cara menirukan, (belajar dari model) dr pihak teman2 sebaya. Disini sudah dpt nampak pemilihan y khas menurut jenis kelamin s’ta cara memberi pengaruh.
Faktor sosialisasi y memajukan tingkah laku sesuai jenis kelamin memeganga peranan penting, utk b’interaksi dg teman sebaya merupakan p’mulaan hubungan p’sahabatan & hubungan dg teman sebaya. Sdh sejak awal b’kembanglah referensi t’tentu dlm hubungan dg anak2 lain. P’sahabatan pd anak2 sekolah pd umumnya t’jd atas dasar interes & aktifitas b’sama. Hubungan p’sahabatan & hubungan teman sebaya b’sifat timbal balik & memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
a.  Ada saling pengertian
b.  Saling membantu
c.  Saling percaya
d. Saling menghargai dan menerima

PERILAKU KRIMINALITAS DIDORONG KEMISKINAN ( kajian teori medan )





A.    Teori Medan
Kurt Lewin adalah orang pertama dan paling terkemuka dalam menerapkan teori Medan di semua cabang Psikologi. Ciri utama dari teori medan dapat diringkas sebagai berikut : (1) tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi, (2) analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian komponennya dipisahkan, (3) orang yang konkret dalam situasi yang konkret dapat digambarkan secara Matematis.
*        P (Pribadi)
Pemisahan pribadi dilakukan dengan menggambarkan suatu figur tertutup sepenuhnya dan terletak dalam bidang yang lebih luas.
*        LP (Lingkungan Psikologis)
Seandainya kita hanya tertarik pada dan tidak tertarik pada dunia dimana pribadi itu merupakan bagian didalamnya, berarti kita akan melupakan interaksi-interaksi penting antara pribadi dan lingkungan. LP digambarkan sebagai suatu fitur tertutup lain yang lebih besar dari P (Pribadi) dan yang melingkupinya.
*        RH (Ruang Hidup)
Ruang hidup adalah keseluruh kenyataan psikologis. Ruang hidup mengandung kemungkinan fakta yang dapat tingkah laku individu. Ruang hidup meliputi LP dan P yang ada didalamnya.


 



*        Lokomosi
Lokomosi adalah suatu dinamika pergerakan yang menyebabkan tingkah laku pada individu yang mempunyai tujuan tertentu dan tujuan itu adalah mencari keseimbangan.
*        Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict)
Konflik ini terjadi kalau seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif. Orang itu akan mengalami konflik, karena ia mendekat salah satu obyek, maka ia harus melepaskan yang lain.
*        Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict)
Konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama mempunyai nilai negatif tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek itu sekaligus.
*        Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance)
Dalam konflik ini terdapat hanya satu obyek yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

B.     Aplikasi / Contoh Kasus
Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Gambaran kekurangan materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan menyebabkan munculnya tindakan-tindakan kriminalitas oleh karena tidak adanya kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan. Dalam berbagai kasus kriminal, faktor kemiskinan banyak menjadi faktor penyebab tindak kriminalitas. Hal ini juga mendapat pengaruh dari lingkungan sekitar individu itu sendiri. Dalam lingkungan yang serba terbatas dan kurangnya potensi/kemampuan individu untuk mencapai perubahan, individu-individu ini akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satunya dengan berbagai tindak kriminalitas. Tentunya individu ini akan mencari kelompok / komunitas yang mendukung dan membuatnya merasa nyaman. Dan akhirnya individu-individu ini mulai terbiasa dengan tingkah laku kriminalitasnya yang dirasa dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.



C.    Pembahasan Teori dengan Kasus 
Perilaku-perilaku kriminalitas yang disebabkan oleh kemiskinan tentunya tidak terlepas dari individu itu sendiri. Seorang individu pada dasarnya digambarkan dalam bentuk suatu figur yang tertutup dan mempunyai kehendak sendiri. Singkatnya individu digambarkan sebagai bagian yang terpisah namum termasuk dalam suatu keseluruhan yang lebih luas. Pelaku kriminalitas pada dasarnya terpaksa melakukan hal itu padahal dalam dirinya mempunyai kehendak untuk tidak melakukan hal itu. Di sini kemiskinan menjadi lingkungan psikologis dari indivivu-individu itu sendiri. Lingkungan psikologis ini membuat pribadi/individu ini sedikit banyak memberikan pengaruh pada segi psikologis individu itu sendiri dan kemiskinan ini menyebabkan perasaan tertekan dan tidak nyaman. Dan oleh karena itu individu-individu ini menyikapi kemiskinan dengan tindakan-tindakan kriminalitas yang dirasa mampu membuatnya mencukupi kebutuhannya. Dan lingkungan psikologis tadi menjadi faktor pendorong. Dalam kemiskinan ini membentuk ruang hidup bagi individu-individu yang ada didalamnya. Ruang hidup ini merupakan keseluruhan kenyataan yang dapat menentukan tingkah laku individu itu. Dan dari permasalahan ini, kemiskinan dan tindak kriminalitas yang juga didorong oleh lingkungan psikologisnya merupakan keseluruhan kenyataan psikologis yang membentuk / menentukan tingkah laku krimialitas yang disebabkan oleh kemiskinan. Bagi individu-individunya sendiri hal ini tentunya menimbulkan konflik dalam dirinya sendiri. Dalam Teori Kurt Lewin mengenai konflik, hal ini dapat dimasukkan pada konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict). Karena konflik pada individu-individu ini terjadi karena individu dihadapkan pada 2 pilihan yang sama membuatnya tidak enak. Pilihan pertama ia tidak bisa mencukupi kebutuhanya, pilihan kedua ia hanya bisa mencukupi kebutuhannya dengan tindak kriminalitas yang sebenarnya juga tidak ingin ia lakukan.



DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, Wirawan, Sarlito. Dr. Prof. 2002. Teori-Teori Kepribadian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
 
Copyright (c) 2010 insight. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.